Seorang anak muda berusia 18 tahun yang membagikan video serangan teroris hari Jumat minggu lalu di Christchurch, Selandia Baru telah dituduh mendistribusikan video dan menghasut kekerasan. Anak muda tersebut diduga memposting foto salah satu masjid yang ditargetkan dalam serangan hari Jumat dengan kata-kata target acquired. Dia harus menghadapi tuntutan 28 tahun penjara.
Anak muda yang tidak bisa disebutkan namanya karena perintah pengadilan, tidak terlibat dalam serangan teroris, tetapi didakwa dengan satu tuduhan berbagi video cabul dan satu lagi penghasutan kekerasan. Selain membagikan video dan foto yang penuh kebencian, anak muda tersebut juga diduga menghasut kekerasan melalui pesan obrolan. Platform media sosial yang digunakan belum terungkap dan tidak jelas siapa yang melihat pesan itu.
Hakim Pengadilan Distrik Stephen O’Driscoll menolak jaminan yang diajukan anak muda tersebut dan ia akan kembali ke pengadilan pada tanggal 8 April.
Video serangan teroris pertama kali disiarkan langsung oleh pria bersenjata berusia 28 tahun di Facebook dan kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai platform seperti YouTube dan Twitter. Pria bersenjata, seorang yang mengkhultuskan supremasi kulit putih dan mengutip Donald Trump sebagai simbol identitas kulit putih yang diperbarui dalam manifestonya, menewaskan 50 dan melukai puluhan lainnya di dua masjid sebelum ditangkap oleh polisi.
Undang-undang sensor Selandia Baru memungkinkan pemerintah membuat video tertentu ilegal untuk dilihat, dimiliki, dan didistribusikan. Kepala Sensor Selandia Baru David Shanks mengklasifikasikan video terorisme 17 menit tersebut sebagai tidak dapat diterima secara resmi sehingga ilegal untuk dibagikan.
Pihak berwenang Selandia Baru memiliki kekuatan untuk melarang video dan gambar tertentu di bawah Films, Videos & Publications Classification Act 1993. Facebook tidak segera memberikan tanggapan tentang apakah pihaknya telah menerima permintaan informasi terkait orang-orang yang berbagi video di platformnya. Menurut laporan transparansi terbaru, Facebook telah menghasilkan 61% data terkait video serangan tersebut atas permintaan pemerintah Selandia Baru.
Selandia Baru bukan satu-satunya negara yang melarang video tertentu untuk dibagikan. India baru-baru ini melarang beberapa kritikus politik dari media sosial menjelang pemilihan umum pada 11 April. Shanks mengakui bahwa sulit untuk mengawasi media sosial di Selandia Baru, tetapi bersikeras bahwa membuat video ilegal untuk ditonton diharapkan akan membantu membatasi penyebaran lebih jauh.
Sumber: Gizmodo
Sumber Foto: Deposit Photos