Gilaaa! Itu satu kata yang merangkum ungkapan kami ketika menonton buah karya dari Nurliya sebagai JaWAra Internet Sehat NTB bersama teman-teman Sambung Sinema. Mereka berhasil mengemas kisah (bukan) romansa dan huru-hara persoalan remaja kekinian di film Bukan Galih dan Ratna (BGR) dengan latar kehidupan Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ada tiga tema utama yang diangkat pada film ini, yakni pinjol, cyberbully, dan hoaks. Namun, apakah jalan ceritanya sekaku itu? Tentu tidak. Menurut kami, film ini bak karya indie yang memainkan emosi dan bikin gregetan sampai akhir cerita. Teman-teman Sambung Sinema berhasil membuatnya dengan baik.

Nurliya mengatakan, proses pembuatan film ini 4 bulan lamanya, dari pra produksi, produksi, hingga paska produksi.
“Proses syutingnya sendiri empat hari,” ungkap Liya.
Kenapa sih kami bilang ini karya “gila”? Tidak hanya film jadinya saja, tapi proses dari awal hingga akhir yang membuat kami berdecak kagum kepada teman-teman Sambung SInema.
Rintangan tidak menyurutkan hasil
Liya membocorkan sedikit tentang pembuatan film ini.
“Semua pemain BGR nggak ada yang punya latar belakang akting. Tapi semuanya kita casting dulu, termasuk yang jadi pejabat juga kita casting,” ungkapnya.
Meskipun tidak memiliki latar belakang aktor atau pemain teater, Liya dan tim Sambung Sinema juga melakukan reading untuk menguatkan masing-masing karakter BGR.

Proses syuting dengan standar pengerjaan film bioskop bukanlah sesuatu yang murah. Alat yang digunakan tentu mahal ketika dihitung dengan uang. Sementara jika dibuka faktanya, Liya dan teman-teman Sambung Sinema hanya berbekal sedikit uang produksi.
“Totalnya, ini saya cukup buka perkiraan ya hehe, Rp50 juta,” ungkapnya sambil tertawa. Kami percaya sepertinya pasti lebih. Namun, modal niat dan keyakinan film ini pasti jadi bagaimanapun caranya. Pasti ada saja rezeki mengalir agar film tersebut tetap berjalan.
Bahkan Liya pun merelakan uang saku yang seharusnya ia pegang untuk dinas ke luar negeri, ia serahkan untuk Sambung Sinema agar produksi BGR terus berlanjut.
Namanya juga proses, pasti ada saja tantangan yang dihadapi pemain film dan tim produksi. Salah satu adegan utama film ini dilakukan di sebuah gudang rumah sakit jiwa. Di gudang yang lama tak terpakai itulah ada kru dan pemain yang mengalami kesurupan. Untungnya, kondisi ini pun dapat ditangani.
Rintangan belum selesai. Saat film BGR memasuki proses editing, sang editor Sambung Sinema mengalami kecelakaan motor. Tulang tangan kirinya patah. Namun sang editor tetap gigih untuk menuntaskan editingnya meskipun hanya dengan satu tangan. Rintangan yang dialami tak menyurutkan tekad hingga film BGR pun bisa kita nikmati.
Respons luar biasa dari penikmat film Bandung
Setelah tayang perdana di CGV Mataram, pada 21 Desember 2022 film Bukan Galih dan Ratna tayang juga di CGV Mall BEC, Bandung, Jawa Barat. Sekitar 50-an orang hadir menonton film di Auditorium 6.
Setelah film selesai, diskusi pun berlangsung. Penyelenggara nobar dan diskusi, Commonroom dan ICT Watch menghadirkan Nurliya sebagai Produser Bukan Galih & Ratna dan Roby dari komunitas Bahas Sinema.
Diskusi bersambut dengan antusiasme penonton yang bergantian angkat tangan mengungkapkan pendapat mereka. Mulai dari guru, siswa, mahasiswa, penulis, dosen, pegiat event, orang tua, hingga penikmat film. Rata-rata semuanya memberikan respons positif termasuk kritik atas film yang membuat mereka tergugah.

“Saya berterima kasih banget dengan adanya film ini. Ini tuh relate banget sama cyberbully yang sering terjadi di sekolah-sekolah,” ujar seorang siswa dari SMK 6 Cimahi.
“Film ini materi saya banget di sekolah, karena saya ngajar sosiologi. Boleh nggak ya, ngadain nobar di sekolah saya?” ungkap Bu Guru Sosiologi dari SMK 6 Cimahi.
“Saya datang untuk nonton film ini agar mendapat hiburan, eh tapi malah dibuat mikir. Andai saja ada latar NTB-nya dieksplor lagi. Namun, saya paham kok ini film pendek,” kata salah satu penikmat film.
“Ini film cerdas yang jawabannya baru terungkap di akhir” ungkap salah satu anggota komunitas pegiat event.
“Saya sengaja bawa anak saya ke sini. Supaya nggak mudah terbawa gaya hidup. Terima kasih banyak ada film ini, saya sebagai orang tua juga belajar,” imbuh sang orang tua yang membawa dua anaknya.
Tanggapan ini hanyalah beberapa dari beragam respons yang dilontarkan ketika diskusi dan usai acara berlangsung. Ah! Menyenangkan sekali bisa menyimak langsung tanggapan penonton.
Satu lagi hal gila dari Sambung Sinema
Berapa uang yang diterima para pemain dan tim produksi film BGR? Liya mengeaskan, ini adalah karya PROBONO alias cuma-cuma untuk semua kru Sambung Sinema maupun pemain. Mereka membuatnya dari hati untuk semua penikmat film. Malah mereka mengeluarkan kocek pribadi untuk bisa tiba di lokasi syuting.

Sosmedor ingin mengadakan nonton bareng filmya? Kalian bisa request langsung ke email kami di info@ictwatch.id supaya Bukan Galih dan Ratna bisa tayang di kotamu. (MND/mt)