Awal tahun 2019 Facebook mengatakan akan menindak iklan dari kelompok yang menjajakan informasi yang salah tentang vaksin. Pengumuman ini digembar-gemborkan oleh para profesional medis dan pakar sebagai tindakan tegas dalam upaya mereka untuk melawan gerakan pro-penyakit. Namun, yang sebenarnya terjadi Facebook melakukan kebalikannya.
Sebuah studi baru-baru ini dari para peneliti di Universitas Maryland, George Washington University, dan Johns Hopkins menunjukkan bahwa Facebook memblokir iklan pro-vaksinasi dengan alasan bahwa mereka terlalu politis, sementara secara bersamaan memungkinkan ratusan iklan dari kelompok anti-vaksinasi ditampilkan untuk jutaan pengguna. Banyak dari iklan ini ditargetkan untuk wanita berusia di atas 25 tahun (demografis yang paling mungkin untuk hamil atau orangtua dari anak kecil) di daerah yang dilanda wabah campak baru-baru ini.
Para ahli medis mengklaim bahwa Facebook telah memainkan peran utama dalam kebangkitan virus campak dan menyalahkan pernyataan Facebook yang mengatakan bahwa semua iklan mengenai vaksinasi bersifat politis.
Penelitian tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal medis Vaccine, menyimpulkan bahwa sejumlah kecil pembeli iklan anti-vaksin telah memanfaatkan iklan Facebook untuk menjangkau audiens yang ditargetkan. Dengan menganggap semua konten terkait vaksin sebagai masalah kepentingan nasional Facebook telah mempolitisasi vaksin lebih lanjut.
Pusat Pengendalian Penyakit AS mendeklarasikan virus campak telah dihilangkan di AS pada tahun 2000. Hal ini terjadi setelah pertempuran selama puluhan tahun oleh para profesional medis untuk memberantas penyakit melalui vaksinasi. Ada lebih dari 27.000 kasus campak dilaporkan di AS pada tahun 1990. Jumlah itu turun menjadi 2.237 pada tahun 1992 berkat upaya vaksinasi wajib dan program penjangkauan ahli. Pada tahun 1993 hanya ada 312 kasus yang dilaporkan.
Antara 1993 dan 2018 AS rata-rata melaporkan 200 kasus campak per tahun. Pada tahun 2019 saja ada 1.261 kasus yang terdokumentasi sejauh ini. Para ahli percaya bahwa kampanye informasi yang terkoordinasi di situs media sosial, oleh sejumlah kecil kelompok yang didanai dengan baik, sebagian bertanggung jawab atas kebangkitan penyakit ini.
Sumber: The Next Web
Sumber Foto: Daily News