Selandia Baru telah mengesahkan undang-undang yang mengkriminalisasi salah satu aspek paling tidak diinginkan dari internet, yaitu cyber bullying. Undang-undang tersebut secara efektif melarang mengirim pesan kepada orang-orang berdasarkan ras, seksisme, mengkritis agama mereka, seksualitas atau disabilitas.
Undang-undang ini bisa menjerat pelaku yang menggunakan komunikasi digital untuk menimbulkan penderitaan emosional yang serius kepada seseorang.
Dimulai dengan negosiasi, mediasi atau persuasi, undang-undang ini dapat memaksa pelanggar seperti tidak mematuhi perintah dan menyebabkan kerusakan dengan memposting komunikasi digital. Pelanggar paling serius akan menghadapi dua tahun penjara atau denda maksimal 33,900 dollar Selandia Baru.
Gareth Hughes, salah satu dari empat anggota parlemen Hijau menentang undang-undang tersebut dan berpendapat bahwa undang-undang tersebut terlalu luas dan bisa mempertaruhkan kebebasan berekspresi.
Partai Buruh yang merupakan oposisi mengatakan bahwa undang-undang tersebut terjepit oleh kepentingan pemerintah Selandia Baru. Menurut mereka beberapa bagian dari undang-undang tersebut layak untuk didiskusikan, sedangkan bagian yang lain memiliki elemen yang sangat mengkhawatirkan.
Undang-undang tersebut mencakup postingan yang rasis, seksis, atau menunjukkan intoleransi agama, mengganggu penderita disabilitas atau orientasi seksual. Terdapat juga pelanggaran baru, yaitu hasutan untuk bunuh diri yang bisa dikenai hukuman tiga tahun penjara.
Pemerintah Selandia Baru melaksanakan undang-undang tersebut melalui sebuah lembaga yang belum didirikan dan akan melakukan kontak dengan situs dan platform media sosial dan jika tidak dapat menyelesaikan keluhan, badan tersebut akan dapat meningkat ke pengadilan distrik.
Platform seperti Facebook atau Twitter dapat memilih save harbour, tetapi hanya jika mereka setuju untuk menghapus postingan yang diduga menyinggung baik on demand atau dalam masa tenggang 48 jam seperti yang disyaratkan undang-undang tersebut. Hal yang juga menarik adalah undang-undang ini merupakan hukum yang berpotensi mengkriminalisasi anak di atas usia 14.
Sumber: Techeye via Engadget