Sebelum, selama, dan sesudah pemilu AS, berita palsu atau hoax sangat banyak dibagi dan dipublikasikan di Facebook. Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, kepopuleran berita palsu yang terkait dengan pemilu AS bahkan mengalahkan berita sebenarnya. Hal ini membuat sebagian orang menuding Facebook ikut bertanggung jawab atas terpilihnya Donald Trump yang banyak diuntungkan atas publikasi berita palsu tersebut.
Untuk itulah dalam beberapa waktu terakhir, Facebook berusaha untuk menangani berita palsu dengan merilis alat untuk menyaring berita palsu tersebut. Alat tersebut dirancang untuk membantu mengidentifikasi dan menyembunyikan berita palsu di Facebook dalam upaya untuk memadamkan kritik yang semakin vokal terhadap peran Facebook dalam menyebarkan kebohongan dan propaganda.
Alat tersebut meminta pembaca untuk memberikan peringkat dalam skala satu sampai lima sejauh mana mereka pikir link judul berita tertentu menggunakan bahasa menyesatkan. Artikel tersebut berasal dari sumber terpercaya, yaitu majalah Rolling Stone, Philadelphia Inquirer, dan Chortle, sebuah situs berita yang melaporkan komedi.
Tidak jelas bagaimana tindakan Facebook atas data tersebut, apakah hanya mengumpulkan atau apakah mereka berniat untuk bertindak. Link teks menyesatkan merupakan bagian dari masalah berita palsu di Facebook sebagaimana dibuktikan oleh dua iklan yang menyesatkan yang menyertai posting CEO Facebook Mark Zuckerberg pada 18 November yang lalu tentang berita palsu. Posting tersebut kemudian dihapus oleh Facebook.
Masalah link menyesatkan ini diperparah oleh antarmuka pengguna Facebook yang berfungsi menekankan kembali link ke sumber eksternal yang mendukung sehingga mendorong pengguna untuk LIKE, membaginya atau komentar di situs Facebook sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 60% dari share media sosial berasal dari pengguna yang tidak pernah mengklik link itu, menyiratkan bahwa judul berita mendorong diskusi dan berbagi jauh lebih banyak daripada isi artikel tersebut.
Ini artinya, pembaca di Facebook tidak pernah mengklik link berita, tetapi terdorong untuk berdiskusi dan sharing berita tersebut. Pengguna sangat terpengaruh oleh judul terutama judul yang menyesatkan, mereka melakukan LIKE, berkomentar dan membagi kembali berita tersebut tanpa pernah membaca artikel. Padahal kebanyakan berita yang dibagi tersebut adalah berita palsu.
Sumber: The Guardian