internetsehat.id

Merawat Kolaborasi Literasi Digital Indonesia

Literasi Digital

Gagal Hapus Posting, Thailand Tuntut Facebook, Google, dan Twitter

Internet Sehat : Thailand menuntut Facebook, Google, dan Twitter atas kegagalan untuk menghapus postingan yang mereka anggap ilegal. Pejabat Thailand tidak mengatakan dengan tepat apa postingan yang melanggar tersebut, tetapi mengumumkan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap pengguna individu karena menghina monarki.

Di bawah undang-undang lese-majeste Thailand yang ketat melakukan penghinaan monarki dapat mengakibatkan hukuman penjara. Aksi ini adalah pertama kalinya undang-undang kejahatan komputer digunakan untuk menargetkan platform seperti Facebook, Google, dan Twitter.

Pengumuman penuntutan tersebut menyusul protes massa di negara itu yang menuntut reformasi politik. Menteri digital Puttipong Punnakanta mengatakan bahwa mereka telah memberitahu perusahaan-perusahaan tersebut dan mengirim mereka peringatan dua kali, tetapi mereka belum memenuhi semua permintaan. Dia mengatakan masalah itu sekarang telah dirujuk ke polisi kejahatan dunia maya untuk dilakukan pentuntutan.

Masalahnya adalah postingan yang dmintan dihapus tersebut, dihapus setelah tenggat waktu yang diberikan. Sebanyak 661 postingan di Facebook, di mana 225 di antaranya dihapus oleh perusahaan, 69 di Twitter, lima di antaranya dihapus, dan 289 tautan YouTube dihapus pada Rabu setelah tenggat waktu yang diberikan.

Di bawah undang-undang kejahatan komputer, perusahaan media sosial dapat didenda 200.000 baht (4.970) pound karena mengabaikan perintah pengadilan untuk menghapus postingan dan 5.000 baht tambahan setiap hari sampai postingan itu dihapus.

Pada Agustus yang lalu, Facebook memblokir akses ke grup Facebook yang beranggotakan satu juta orang di Thailand yang membahas monarki, setelah adanya ancaman tindakan hukum dari pemerintah Thailand. Saat itu, Facebook mengatakan kepada bahwa pihaknya sedang mempersiapkan tindakan hukumnya sendiri sebagai tanggapan atas tekanan dari pihak berwenang Thailand.

Pengumuman penuntutan tersebut menyertai tindakan terhadap pengguna individu menyusul protes anti-pemerintah minggu lalu. Hanya segelintir akun terkemuka yang diyakini terlibat dalam hal itu. Protes di Bangkok melibatkan ribuan orang yang menyerukan reformasi sistem politik negara, termasuk peran yang dimainkan monarki. Polisi memperkirakan sekitar 15.000 orang ambil bagian, tetapi penyelenggara mengklaim 50.000 peserta.

Seruan untuk reformasi monarki sangat sensitif. Undang-undang kriminal Thailand memungkinkan penuntutan atas kritik terhadap keluarga kerajaan seringkali dalam persidangan rahasia, mengakibatkan hukuman penjara yang lama. Kelompok hak asasi manusia menuduh bahwa undang-undang tersebut telah digunakan sebagai cara untuk membatasi kebebasan berbicara dan seruan untuk reformasi.

Sumber : BBC

Sumber Foto : The Hindu Times