internetsehat.id

Merawat Kolaborasi Literasi Digital Indonesia

Privasi & Data Pribadi

Jepang : Layanan Harus Ungkapkan Tempat Menyimpan Data Pengguna

Internet Sehat : Operator layanan media sosial dan mesin pencari di Jepang akan diminta untuk menentukan negara tempat data pengguna disimpan secara fisik. Hal ini dimungkinkan di bawah amandemen yang direncanakan pada undang-undang setempat.

Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang pekan ini mengumumkan rencana untuk mengajukan revisi UU Bisnis Telekomunikasi awal tahun depan. Amandemen tersebut, jika disahkan mengharuskan mesin pencari, operator media sosial, dan perusahaan telepon seluler dengan lebih dari 10 juta pengguna Jepang untuk mengungkapkan di mana mereka menyimpan data di dunia dan mengidentifikasi subkontraktor asing yang dapat mengakses data tersebut.

Undang-undang yang diusulkan berlaku untuk perusahaan luar negeri yang beroperasi di Jepang yang berarti layanan seperti Twitter dan Facebook perlu mengungkapkan pilihan penyimpanan mereka secara publik. Anehnya, mesin pencari yang hanya mencakup perjalanan dan makanan mendapatkan izin dan tidak harus mematuhinya.

Langkah ini sebagian merupakan reaksi terhadap aplikasi komunikasi instan Jepang yang sangat populer di Jepang, yaitu LINE yang mengalami beberapa pelanggaran data baru-baru ini terkait dengan penyimpanan dan perlindungan data.

Pada bulan Maret tahun lalu, terungkap bahwa beberapa data LINE telah sampai ke China yang mendorong pejabat pemerintah Jepang untuk berhenti menggunakan aplikasi tersebut. Sebelumnya, LINE digunakan untuk berbagai komunikasi pemerintah daerah. Larangan itu tidak berlangsung lama dan penggunaan LINE telah diaktifkan kembali oleh beberapa layanan pemerintah daerah.

Beberapa bulan kemudian, 100 tokoh politik lokal dan komunikasi LINE mereka diekstraksi ketika serangan siber berhasil mematikan fungsi enkripsi. Dan hanya beberapa minggu yang lalu, diumumkan bahwa 133.000 data pengguna LINEpay telah diunggah ke lokasi yang tidak terduga di GitHub ketika seorang karyawan grup riset diduga melakukan kesalahan acak.

Sumber : The Register