Kedutaan AS telah diberitahu untuk memeriksa akun media sosial dari pemohon visa yang pernah menginjakkan kaki mereka di daerah yang dikendalikan oleh ISIS. Dekrit tersebut dikeluarkan awal bulan Maret ini oleh Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dalam kabel diplomatik. Memo tersebut bocor ke wartawan dan diungkapkan pada hari Jumat minggu lalu dan mengarahkan para pejabat AS untuk meningkatkan pengawasan dan wajib mengecek media sosial siapa saja yang telah mengunjungi daerah yang berada di bawah kekuasaan ISIS.
Mengingat bahwa media sosial jarang ditinjau oleh staf konsuler, langkah ini akan menghasilkan pergolakan yang signifikan untuk pengecekan latar belakang. Instruksi Tillerson ini terkait dengan perintah eksekutif yang baru dikeluarkan oleh Presiden Trump yang menolak imigran dari negara-negara mayoritas Muslim yang dipilih. Perintah eksekutif tersebut dikeluarkan setelah hakim AS membatalkan versi sebelumnya.
Pengadilan AS juga membekukan perintah eksekutif yang direvisi tersebut sehingga memaksa Rex Tillerson untuk merevisi fatwa yang dikirim ke kedutaan awal bulan ini. Di kabel terbarunya pada tanggal 17 Maret yang lalu, Tillerson bersikeras bahwa pemohon visa harus mengungkapkan akun media sosial mereka sehingga mereka bisa dicari bila membuat masalah.
Pengacara hak asasi manusia mengatakan bahwa hal ini berarti orang akan diteliti terkait dengan dari mana mereka berasal, untuk siapa mereka bekerja, dan apa yang mereka percayai, bukan faktor apakah mereka menimbulkan risiko keamanan.
Beberapa orang mempertanyakan tindakan keras terhadap media sosial ini akan mengakibatkan calon teroris mempertimbangkan untuk menyerahkan URL profil palsu, bukan profil asli mereka. Fakta lain adalah bahwa menelisik akun media sosial sangat memakan waktu. Orang bisa saja menggunakan komputer untuk melakukan pekerjaan tersebut, tetapi perangkat lunak telah terbukti tidak efektif selama pengujian yang dilakukan.
Anne Richard mantan asisten menteri luar negeri AS pemerintahan Obama menduga bahwa pada akhirnya hal tersebut akan terserah kepada staf kedutaan untuk melihat akun media sosial orang-orang tertentu yang akan membutuhkan waktu dan akhirnya akan membuat orang tersebut tidak bisa masuk AS dan hal inilah yang sebenarnya diinginkan oleh Pemerintaha Presiden Trump.
Sumber: The Register