Pembuat atau produsen kabar bohong mungkin tidak bisa lagi tidur nyenyak. Setelah diluncurkannya Masyarakat Anti Hoax dan berbagai upaya untuk menyaring situs hoax, pemerintah makin serius menangani penyebaran kabar hoax di internet.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel A. Pangerapan sebagaimana dikutip dari MetroTV News, Pemerintah menyatakan perang terhadap berita bohong alias hoax di dunia maya. Bila berita yang dibuat sudah keterlaluan, pembuatnya pun bakal diusut di dunia nyata. Ia menambahkan bahwa ke depan, kita (pemerintah) akan lebih dalam, bukan hanya menutup. Kalau sudah tendensius kita akan kejar, upayanya lebih, sampai ketahuan orangnya. Ini artinya pemerintah sudah menggeser arah dalam mengatasi berita bohong tersebut.
Menurutnya, aparat di Indonesia sudah berpengalaman dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan dan terjadi di dunia siber. Ia mencontohkan kasus pengejaran pedofil asal Surabaya pada 2014. Semmy sangat yakin bahwa bila nantinya ada pengejaran pembuat hoax, hal tersebut tidak menjadi perkara sulit. Ia beralasan bahwa Kemkominfo pun sudah sering bekerja sama dengan Kepolisian, operator, serta instansi terkait lainnya.
Satu hal yang ditegaskannya bahwa pengejaran terhadap pembuat hoax di dunia nyata ini tidak perlu membuat masyarakat khawatir sebab pemerintah hanya akan mengawasi pihak-pihak yang ‘bermain’ dalam bisnis berita hoax maupun kejahatan siber lainnya.
Bila melihat beberapa kasus sebelumnya, media atau situs online yang disinyalir memproduksi berita palsu ditutup oleh Kemkominfo. Namun hal ini tidak efektif karena situs tersebut dengan mudah berganti domain. Apalagi teknologi seperti TOR memungkinkan situs yang diblokir tetap bisa diakses. Ini mengindikasikan bahwa penutupan situs bukanlah cara efektif karena tidak menyasar pembubat hoax itu sendiri, hanya media penyebarannya.
Dengan menyasar pembubat hoax di dunia nyata, pemerintah mengirimkan sinyal bagi pembuat berita bohong tersebut. Tinggal bagaimana pemerintah melaksanakan niat tersebut, apakah serius atau sekadar ancaman. Apalagi kadar keterlaluan sebagaimana disebutkan di atas tidak diuraikan lebih lanjut, atau batas mana bisa disebut keterlaluan. Ukuran kualitatif ini akan membingungkan dalam mengambil tindakan di dunia nyata sehingga bisa saja niat pemerintah tersebut hanya sekadar ancaman belaka.
Sumber: MetroTV News
Sumber Foto: Neurobonkers