Beberapa penduduk Iran telah dapat mengakses kembali situs media sosial seperti YouTube dan Twitter yang sebelumnya dilarang. Arthur MacMillan, wakil kepala biro kantor berita internasional Agence France-Presse mengatakan bahwa YouTube bekerja seperti biasa melalui koneksi Wi-Fi, namun Twitter dan Facebook tidak. Beberapa orang lainnya mengkonfirmasi bahwa aplikasi Twitter hanya bekerja untuk beberapa pengguna yang menunjukkan mungkin hal ini kesalahan sementara.
Laporan dibukanya akses ke Twitter dan YouTube tersebut datang bersamaan dengan dicabutnya sanksi ekonomi oleh Eropa dan AS terhadap Iran karena telah memenuhi ketentuan kesepakatan nuklir dengan membatasi program nuklir mereka.
Untuk diketahui hal ini bukan pertama kalinya larangan internet tiba-tiba dicabut di Iran. Pada September 2013, pengguna menemukan mereka mampu mengakses Twitter dan Facebook setelah dilarangan selama empat tahun. Namun, larangan tersebut kembali diberlakukan sehari kemudian. Pemerintah beralasan adanya kesalahan teknis sehingga Twitter dan Facebook bisa diakses.
Iran memiliki sejarah panjang sensor internet, dan telah memberlakukan larangan situs termasuk Facebook, Google+, Twitter dan YouTube sejak pemilihan presiden yang kontroversial tahun 2009. Meskipun demikian, penduduk Iran bisa mengakali larangan tersebut dengan menggunakan virtual private networks (VPN) yang mampu menutupi lokasi pengguna internet.
Menurut Al Jazeera, survei terhadap 2.300 penduduk Iran menemukan bahwa 58 persen dilaporkan menggunakan Facebook, dan 37 persen Google+. Meskipun masyarakat umum tidak dapat mengakses situs media sosial, Presiden Iran Hassan Rouhani menggunakan Twitter sebagai saluran komunikasi, mendorong komentar ironis dari pendiri Twitter Jack Dorsey. Rouhani secara terbuka mengakui bahwa sensor internet adalah sia-sia, dan mengatakan kepada Dorsey bahwa ia ingin mengakhirinya.
Negara-negara lain yang menyensor situs media sosial adalah Turki, Cina, Korea Utara, Pakistan, Vietnam dan Eritrea.
Sumber: The Telegraph
Sumber Foto: First Post