Twitter tidak akan memperlakukan tweet terbaru Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa perempuan anggota Kongres untuk kembali ke negara asal mereka sebagai pelanggaran terhadap kebijakan perilaku kebencian. Dengan demikian, tweet tersebut tidak akan memicu sistem penandaan yang diumumkan Twitter bulan lalu yang dimaksudkan untuk membatasi jangkauan konten yang dilarang yang dilakukan oleh pejabat publik.
Pada hari Minggu yang lalu Trump menyerang sekelompok wanita kongres secara implisit, yaitu Reps. Ilhan Omar (D-MN), Rashida Tlaib (D-MI), Ayanna Pressley (D-MA), dan Alexandria Ocasio-Cortez (D-NY) dengan mengatakan bahwa mereka datang dari negara-negara yang pemerintahannya merupakan bencana total dan menyuruh mereka untuk kembali ke tempat-tempat yang benar-benar rusak dan penuh kejahatan dari mana mereka berasal. Keempat perempuan anggota Kongres tersebut merupakan kelompok kulit berwarna dan tiga dari mereka lahir di Amerika Serikat. Tweet tersebut memunculkan retorika rasis dan xenofobia yang menuduh orang non-kulit putih dan imigran bukan orang Amerika (asli).
Kebijakan kebencian Twitter melarang pengguna menargetkan orang-orang dengan cercaan berulang-ulang, kiasan atau konten lain yang bermaksud untuk tidak manusiawi, menurunkan atau memperkuat stereotip negatif atau berbahaya tentang kategori yang dilindungi. Jika Twitter telah menyimpulkan bahwa Trump melanggar aturan ini, secara teoritis tweet Trump tersebut harus disembunyikan di belakang kotak abu-abu yang memperingatkan pengguna tentang konten mereka. Hal tersebut merupakan alternatif Twitter untuk menghapus tweet yang merupakan masalah kepentingan umum, namun melanggar aturannya.
Namun, sebagaimana yang sudah-sudah sulit untuk mengetahui di mana batas aktual Twitter untuk perilaku yang membenci karena konten dimoderatori oleh sejumlah besar orang yang menafsirkan aturan dengan cara yang berbeda, seperti kebanyakan platform media sosial lainnya. Juga, Twitter pada khususnya sebagaimana pengalaman terdahulu, memiliki sikap berbelit-belit pada konten rasis. Twitter memang lebih sering melanggar aturan yang mereka buat sendiri.
Sumber: The Verge
Sumber Foto: The Word