internetsehat.id

Merawat Kolaborasi Literasi Digital Indonesia

Literasi Digital

Literasi Digital Pemuda Buddhis Banyuwangi

Kolaborasi dalam meningkatkan literasi digital merupakan langkah penting untuk membangun masyarakat yang bijak dan berdaya saing di era digital. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat dapat lebih mudah dan efektif mengakses, menganalisis, mengevaluasi, serta menghasilkan informasi dan pengetahuan. Terlebih mendekati tahun Pemilu 2024, di mana kita tak ingin polarisasi dan kericuhan begitu terbuka di masyarakat kita. Kita ingin masyarakat lebih bijaksana dalam menerima maupun menyebarkan informasi.

Tari Gandrung adalah trandisi di Banyuwangi setiap ada perhelatan besar (foto: mt)

Untuk mewujudkan masyarakat yang bijaksana dalam bermedia sosial, Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudi) menyelenggarakan seminar literasi digital di Vihara Dhamma Kerti, Banyuwangi. Seminar ini dihadiri oleh sekira 100 orang yang terdiri dari Pemuda-Pemudi, Remaja agama Buddha, dan Komunitas Buddhis dari berbagai pelosok di Jawa Timur, khususnya di Banyuwangi.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi HIKMAHBUDHI Pusat dan Cabang Jember, bersama Kementerian Kominfo, Siberkreasi, ICT Watch, dan Patria (Pemuda Theravada Indonesia) Banyuwangi. 

Dwi Purnomo mewakili ketua umum PP Hikmahbuddhi menyampaikan sambutan

Kabid SDM PP Hikmahbudhi Dwi Purnomo mengatakan, seminar literasi digital ini sangat penting untuk membangun pemahaman masyarakat, khususnya Komunitas Buddhis untuk memahami menjaga privasi, hingga pelanggaran hukum yang ada di dunia maya.

“Tentunya harus melibatkan pemahaman yang mendalam tentang etika, privasi, keamanan dan tanggung jawab dalam dunia maya,” ujar Dwi yang juga merupakan pengurus Walubi di Jakarta.

Dirjen Aptika Samuel A Pangerapan dalam sambutannya melalui video menyampaikan, masyarakat harus bijak dan cek ricek sebelum menyebar informasi.

“Pemahaman literasi digital di era perkembangan teknologi yang sangat pesat harus disertai pengetahuan luas tentang bahaya siber,” ungkap pak Dirjen.

Seminar diisi oleh narasumber tunggal, Mataharitimoer dari ICT Watch. Di awal presentasinya, narasumber yang akrab disapa Bang MT ini memulai dengan simulasi phising. Peserta diajak terlibat dalam mengklik link yang biasa tersebar melalui aplikasi chatting maupun media sosial. Saat mereka mengklik tautan tersebut, maka mereka pun dapat langsung merasakan bagaimana dampaknya, yaitu smartphone mereka mengirimkan data device, location, foto dari kamera, dan juga rekaman dari microphone di smartphonenya kepada bang MT. 

Bang MT mempraktikkan berbagai aspek pilar literasi digital (CABE)

“Sebelumnya, saya tidak begitu sadar bagaimana bahayanya link phising, tapi dengan simulasi tadi, langsung terasa bahayanya, langsung tahu bagaimana cara kerja phising. Saya jadi lebih aware sama keamanan digital.” Ungkap salah seorang peserta saat berbincang usai seminar.

Simulasi lain yang juga penting, diberikan pada seminar tersebut dan dapat diakses langsung oleh peserta melalui platform s.id/jagaprivasi. Mereka dapat mencoba apakah passwordnya sudah cukup kuat, apakah email mereka pernah mengalami kebocoran, dan privasi checkup yang perlu juga dilakukan selain cek kesehatan tubuh.

Selain keamanan digital, Bang MT juga membabarkan tentang bagaimana masyarakat mudah percaya dengan hoaks, bagaimana cara mengidentifikasi hoaks, cara melaporkannya, dan bagaimana cara menghadapi orang yang kerap menyebarkan hoaks. Literasi tentang hoaks ini dapat diakses melalui s.id/cekhoaks.

sebagian peserta yang bersedia foto bersama. ada juga yang tidak berfoto karena kesadaran privasi 🙂

Usai seminar, seluruh pihak yang terlibat, melanjutkan tradisi fansen (fang shen) di sebuah sungai. Fansen adalah tradisi umat buddha dalam merawat dan melindungi alam dan hewan. Siang itu mereka melepas puluhan ekor ikan ke sungai agar hidup bebas ke habitatnya.

(mt)